Untung ada memo kecil yang selalu menemaniku, jadi ide – ide yang tiba – tiba muncul ga hilang begitu saja, seperti ide tulisan dibawah ini yang muncul tiba – tiba malam itu saat jaga di RBA.
Epul (nama panggilan), adalah anak usia mungkin sekitar 3 atau 4 tahun. Aku mengenalnya pertama kali dari mba Anis, teman seperjuanganku di RBA.
Saat itu aku sedang disibukkan dengan diklat 15 hari di Semarang sehingga tak sempat setiap hari ada di RBA, hanya hari Sabtu dan Minggu saat aku pulang ke Tegal, aku sempatkan untuk berada di RBA. Saat Sabtu sore aku datang ke RBA, mba Anis menceritakan tentang seorang anak yang benar – benar hiperaktif. Akupun sampai gemas dan penasaran seperti apa sih anak yang diceritakan mba Anis itu. Tapi selama Sabtu Minggu aku datang ke RBA aku belum bertemu dengan si anak itu, sampai aku harus kembali dulu ke Semarang.
Diklatku sudah selesai dan setiap sore aku bisa standby lagi di RBA. Akhirnya ketemu juga deh sama si anak , epul namanya dan emang bener hiperaktif. Mungkin dia pake “Alkaline” jadi ga ada matinya, aku bener – bener gemes tapi ga mungkin donk main kasar sama anak kecik. Bener – bener uji kesabaran deh terlebih buatku, mba Anis sudah lebih terbiasa menanganinya juga tetap kewalahan. Yang agak membuatku sedikit kecewa adalah kenyataan bahwa si ibu hanya duduk diam melihat tingkah anaknya dan sesekali membentak si anak. Terkadang si anak sudah benar – benar “nakal” maka kata – kata kasar yang keluar dari mulutnya, saat si anak minta dibelikan jajan maka larangan disertai bentakan yang keluar. Lama – kelamaan pemandangan seperti itu jadi tidak aneh lagi dimataku setiap epul dan ibunya datang ke RBA. Namun ada beberapa hal yang mungkin melatar belakangi hal itu semua antara lain kondisi ekonomi dan ketidaksiapan si ibu saat akan berumah tangga dan memiliki anak, diakui dia memang menikah diusia yang sangat muda.
Mala mini ba’da maghrib seperti biasa epul datang lagi ke RBA diantar ibunya. Awalnya aku sempat was –was karena harus menghandle epul sendirian karena mba Anis sedang ada kepentingan lain. Seperti biasa epul langsung mengambil buku cerita anak – anak, kali ini dia melempar – melempar buku yang dia ambil dan menumpuknya di tengah tikar yang ada di ruangan itu, sedangkan ibunya asyik membaca majalah. Epul mulai bertanya – tanya padaku gambar – gambar yang ada di bukui itu, ketulan ada 2 teman epul yang lain (yang seumuran) jadi kuajarkan saja tentang warna dan nama – nama benda. Epul mulai bosan dan mengambil kertas dan crayon, tapi kedua temannya masih asyik bahkan minta dilanjutkan dengan buku – buku yang lain. Selesai mencorat – coret kertas dengan crayon epul ganti mengambil mainan yang lain dan meletakkan kertas dan crayon yang habis dia pakai. Kesel juga lihatnya tapi disabar – sabarin deh…. Terlihat anak – anak mulai mengantuk, sebentar lagi juga jam delapan (waktunya RBA tutup). Dengan perlahan ku memerintahkan mereka untuk merapikan kembali buku – buku dan mainan yang habis dipakai.
Wow! Tanpa diduga epul menuruti perintahku sementara kedua temannya sudah pulang terlebih dahulu. Dia menanyakan padaku dimana dia harus meletakkan crayon yang tadi dia pakai, dimana meletakkan mainan yang tadi dia pakai dan ikut menumpuk kembali buku – buku yang tadi dia lempar – lemparkan ketengah ruangan. Akhirnya kami membereskan semuanya bersama – sama.
Sedikit pelajaran yang mungkin bisa diambil, bahwa sejatinya tiap manuasia itu baik. Anak (bayi) terlahir kedunia ini bagai kertas putih yang bersih. Sifat, sikap dan segala perilaku yang muncul adalah pengaruh dari lingkungan dimana dia tumbuh. Akupun pernah mendengar bahwa anak adalah cerminan orang tuanya dan itupun masuk akal karena anak – anak biasanya akan meniru tingkah laku orang – orang dewasa yang ada disekitarnya dan orang tualah yang paling dekat dengan anak – anak. Aku percaya bahwa epul sebenarnya anak yang pandai, hanya lingkungan yang membuat dia seperti itu. Semoga RBA bisa memberi pengaruh positif pada usia perkembangannya sekarang walaupun sedikit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar